Topan Nina 1975 Salah Satu Bencana Alam Terbesar dalam Sejarah Tiongkok

By | 12 September 2024

Topan Nina adalah salah satu badai tropis paling mematikan dan merusak yang pernah tercatat dalam sejarah Tiongkok dan dunia. Badai ini terjadi pada Agustus 1975 dan menyebabkan kehancuran besar, terutama di Provinsi Henan, Tiongkok. Selain kerusakan akibat angin kencang dan hujan lebat, topan ini menyebabkan bencana sekunder berupa jebolnya Bendungan Banqiao dan beberapa bendungan lainnya, yang berujung pada salah satu banjir paling mematikan dalam sejarah manusia.

Latar Belakang Topan

Topan Nina merupakan siklon tropis yang terbentuk di Samudra Pasifik Barat pada akhir Juli 1975. Setelah terbentuk, badai ini dengan cepat menguat, mencapai status topan dengan kecepatan angin sekitar 250 km/jam pada puncaknya. Nina awalnya bergerak ke arah barat laut, melintasi Taiwan, sebelum akhirnya mencapai daratan Tiongkok pada awal Agustus 1975.

Di Taiwan, badai ini menyebabkan kerusakan yang signifikan, tetapi dampak paling mematikan terjadi ketika badai melanda daratan Tiongkok, terutama di wilayah Henan. Meski kecepatan angin topan melemah setelah memasuki daratan, curah hujan yang luar biasa tinggi menjadi faktor utama yang menyebabkan bencana besar berikutnya.

Dampak di Henan: Hujan Lebat dan Banjir Besar

Setelah memasuki daratan Tiongkok, Topan Nina membawa hujan lebat ke wilayah tengah negara itu. Provinsi Henan menjadi yang paling terdampak, dengan curah hujan yang sangat tinggi dalam waktu singkat. Dalam beberapa hari, kawasan tersebut menerima curah hujan yang biasanya turun selama setahun penuh. Sungai-sungai meluap, dan tanah yang sudah jenuh air tidak mampu menahan aliran air yang terus meningkat.

Akibatnya, sejumlah besar bendungan di wilayah tersebut berada di bawah tekanan besar. Bendungan Banqiao, salah satu bendungan terbesar yang dirancang untuk mengendalikan banjir di Sungai Ru, mulai berada di ambang kegagalan karena jumlah air yang masuk jauh melebihi kapasitasnya.

Jebolnya Bendungan Banqiao

Pada 8 Agustus 1975, Bendungan Banqiao mengalami kerusakan dan akhirnya jebol, melepaskan lebih dari 600 juta meter kubik air ke wilayah di bawahnya. Bendungan ini dibangun pada 1950-an sebagai bagian dari upaya pengendalian banjir di wilayah Sungai Kuning. Meskipun dibangun dengan standar yang baik, curah hujan yang disebabkan oleh Topan Nina jauh melampaui ekspektasi desain bendungan.

Jebolnya Bendungan Banqiao memicu efek berantai yang menghancurkan, dengan beberapa bendungan lain yang lebih kecil di sekitarnya juga mengalami kegagalan. Diperkirakan total 62 bendungan runtuh selama bencana ini, mengakibatkan banjir besar yang menyapu seluruh desa dan kota di bawahnya.

Gelombang banjir raksasa yang dihasilkan oleh jebolnya bendungan tersebut menyapu lahan-lahan pertanian, meruntuhkan rumah-rumah, dan menenggelamkan segala sesuatu yang berada di jalurnya. Banyak desa yang hancur total, dan ribuan orang kehilangan nyawa dalam hitungan jam.

Korban Jiwa dan Kerusakan

Topan Nina dan jebolnya Bendungan Banqiao serta bendungan-bendungan lain di sekitarnya menewaskan antara 85.000 hingga 240.000 orang, menurut berbagai sumber. Angka kematian ini tidak hanya disebabkan oleh banjir langsung, tetapi juga oleh kelaparan dan wabah penyakit yang muncul setelah bencana. Infrastruktur dasar hancur, dan ribuan orang terjebak di wilayah banjir tanpa akses ke bantuan atau perawatan medis selama berhari-hari.

Bencana ini juga menyebabkan lebih dari 10 juta orang kehilangan tempat tinggal, dengan jutaan hektar lahan pertanian terendam banjir. Ini memperburuk masalah ekonomi dan sosial di Tiongkok, yang pada saat itu masih berada di bawah kepemimpinan Mao Zedong dan sedang berjuang memulihkan negara dari dampak Revolusi Kebudayaan.

Dampak Ekonomi

Kerusakan fisik yang diakibatkan oleh bencana ini sangat besar. Selain kerusakan pada infrastruktur pertanian, ribuan rumah, jalan, dan jembatan hancur. Sistem irigasi yang dibangun untuk mendukung sektor pertanian rusak berat, yang mengakibatkan penurunan produksi pangan di wilayah tersebut.

Meskipun data ekonomi resmi tentang kerugian tidak tersedia secara jelas, diperkirakan bahwa bencana ini menelan kerugian hingga miliaran yuan, baik dalam hal kerusakan infrastruktur maupun penurunan produksi pangan.

Tanggapan Pemerintah

Pemerintah Tiongkok pada masa itu menghadapi tantangan besar dalam merespons bencana. Komunikasi dan transportasi yang terputus di wilayah yang terkena banjir membuat penyaluran bantuan menjadi sangat sulit. Ribuan orang terjebak di wilayah banjir tanpa makanan, air bersih, atau tempat berlindung. Banyak korban yang tewas karena kelaparan dan penyakit setelah bencana, karena minimnya upaya bantuan yang dapat mencapai mereka tepat waktu.

Karena Tiongkok masih berada di bawah rezim komunis yang sangat tertutup pada saat itu, berita tentang skala sebenarnya dari bencana ini tidak banyak tersebar ke dunia luar. Baru bertahun-tahun kemudian, rincian lebih jelas mengenai dampak Topan Nina dan jebolnya bendungan terungkap.

Pelajaran dari Bencana

Bencana Topan Nina dan kegagalan Bendungan Banqiao menyoroti kelemahan dalam perencanaan infrastruktur pada masa itu. Meskipun bendungan-bendungan di wilayah tersebut dibangun untuk mengendalikan banjir, perencanaan mereka tidak memperhitungkan kemungkinan curah hujan ekstrem seperti yang dibawa oleh Topan Nina. Selain itu, sistem peringatan dini yang minim serta keterbatasan dalam distribusi bantuan memperburuk dampak dari bencana ini.

Setelah bencana tersebut, pemerintah Tiongkok melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengendalian banjir mereka dan mulai membangun bendungan dan infrastruktur yang lebih kuat dan tahan terhadap cuaca ekstrem. Sistem peringatan dini bencana juga ditingkatkan, meskipun tantangan tetap ada dalam mengelola wilayah pedesaan yang terpencil dan kurang berkembang.

Kesimpulan

Topan Nina 1975 dan bencana yang diakibatkannya, terutama jebolnya Bendungan Banqiao, adalah salah satu bencana alam paling tragis dalam sejarah modern Tiongkok. Ribuan orang kehilangan nyawa, jutaan lainnya kehilangan tempat tinggal, dan kerusakan ekonomi yang ditimbulkan berdampak jangka panjang bagi wilayah yang terdampak. Meskipun bencana ini merupakan tragedi besar, peristiwa ini juga memberikan pelajaran penting tentang pentingnya infrastruktur yang tahan bencana, kesiapsiagaan terhadap perubahan iklim, dan pentingnya sistem peringatan dini yang efektif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *