Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang berdiri pada awal abad ke-16, sekitar tahun 1475. Kerajaan ini memiliki peran penting dalam penyebaran agama Islam di Nusantara, terutama di wilayah pesisir utara Jawa. Selain sebagai pusat keagamaan, Kerajaan Demak juga memiliki struktur politik yang cukup kuat dan berpengaruh pada masanya. Memahami kehidupan politik Kerajaan Demak memberikan gambaran tentang bagaimana Islam dipadukan dengan sistem kekuasaan lokal dalam membentuk kekuatan baru pasca runtuhnya Majapahit.
Pendiri Kerajaan Demak adalah Raden Patah, seorang bangsawan keturunan Majapahit yang memeluk Islam. Ia diduga merupakan putra dari Raja Majapahit terakhir, Brawijaya V, dan seorang wanita keturunan Tionghoa yang telah masuk Islam. Setelah memperoleh kekuatan di pesisir utara Jawa, khususnya di daerah Bintoro (Demak), Raden Patah mendirikan kerajaan dengan kekuasaan politik yang terstruktur dan sistematis.
Kehidupan politik di Demak sangat dipengaruhi oleh agama. Raja bukan hanya dianggap sebagai pemimpin duniawi, tetapi juga sebagai pemimpin spiritual umat Islam. Dalam sistem pemerintahannya, raja dibantu oleh para ulama dan wali, terutama Wali Songo, yang berperan besar dalam menyebarkan ajaran Islam dan memberikan legitimasi terhadap kekuasaan raja. Hubungan erat antara penguasa dan tokoh agama ini menjadi ciri khas politik Islam di Jawa saat itu.
Demak memiliki cita-cita besar: melanjutkan kejayaan Majapahit sekaligus menggantikan hegemoni Hindu-Buddha dengan kekuasaan Islam. Politik ekspansi menjadi salah satu strategi utama Demak. Di bawah kepemimpinan Raden Patah dan putranya, Sultan Trenggana, Demak melakukan penaklukan terhadap daerah-daerah di sekitarnya, termasuk Jepara, Tuban, dan bahkan menaklukkan Kerajaan Majapahit yang telah melemah. Demak juga berperan dalam memerangi kekuatan Portugis di Malaka, dengan mengirim armada laut untuk menyerang Malaka bersama Kesultanan Aceh dan Palembang.
Namun, kehidupan politik Demak tidak lepas dari konflik internal. Setelah wafatnya Sultan Trenggana, terjadi perebutan kekuasaan antara para bangsawan istana. Konflik ini menyebabkan runtuhnya stabilitas politik kerajaan. Pertikaian antara Arya Penangsang dari Jipang dengan keturunan Sultan Trenggana akhirnya melemahkan kekuatan pusat kerajaan. Konflik ini berakhir dengan naiknya Hadiwijaya (Jaka Tingkir) dari Pajang ke tampuk kekuasaan, yang kemudian mendirikan Kerajaan Pajang dan secara de facto mengakhiri masa kejayaan Demak.
Meskipun Kerajaan Demak hanya bertahan dalam kurun waktu yang relatif singkat (sekitar 1475–1554), pengaruh politiknya sangat besar terhadap perkembangan kerajaan-kerajaan Islam berikutnya di Nusantara. Ia menjadi tonggak awal munculnya model pemerintahan Islam Jawa yang khas, yaitu perpaduan antara kekuasaan politik dan kekuatan religius, serta menjadi simbol peralihan dari era Hindu-Buddha ke era Islam.
Kesimpulannya
kehidupan politik Kerajaan Demak ditandai oleh semangat penyebaran Islam, pengaruh kuat ulama dalam pemerintahan, dan ambisi memperluas kekuasaan. Meskipun berakhir karena konflik internal, warisan politik Demak tetap berpengaruh dalam sejarah kerajaan Islam di Indonesia.