Mitos Tentang Mengambil Melati Pengantin Antara Kepercayaan dan Adat

By | 10 Oktober 2025

Dalam budaya masyarakat Indonesia, bunga melati memiliki makna yang sangat kuat, terutama dalam ritual pernikahan adat Jawa. Bunga yang harum dan putih ini melambangkan kesucian, keharuman hati, dan kesetiaan. Namun, di balik keindahannya, terdapat sebuah mitos yang cukup terkenal dan dipercaya secara turun-temurun, yaitu larangan mengambil melati dari pengantin.
Mitos ini bukan hanya sekadar cerita rakyat, tapi menjadi bagian dari nilai-nilai budaya dan spiritual dalam tradisi Jawa yang sarat makna.

Apa Itu Melati Pengantin?
Dalam pernikahan adat Jawa, pengantin perempuan biasanya dihias dengan rangkaian bunga melati yang disusun indah di rambut atau disematkan di pakaian pengantin. Hiasan melati ini disebut roncean melati, dan dirangkai dengan hati-hati oleh perias pengantin atau ahli rias tradisional.
Melati pengantin tidak hanya berfungsi sebagai hiasan, tetapi juga dianggap sebagai simbol sakral yang menyatu dengan energi spiritual pengantin saat upacara pernikahan berlangsung.

Mitos: Jangan Pernah Mengambil Melati Pengantin
Salah satu mitos yang paling dikenal adalah larangan mengambil atau mencuri bunga melati dari pengantin. Konon, siapa pun yang nekat mengambil melati tersebut baik secara sengaja maupun karena iseng akan mengalami kesialan dalam percintaan, seperti:
– Sulit menikah atau jodoh yang terus tertunda.
– Hubungan yang selalu kandas tanpa sebab jelas.
– Menikah, tapi rumah tangga tidak harmonis.
– Mengalami gangguan spiritual atau mimpi buruk.
Masyarakat percaya bahwa energi dari melati pengantin telah “diisi” oleh doa-doa, harapan, dan kekuatan spiritual dari ritual pernikahan. Karena itu, sembarangan mengambil melati dianggap sebagai gangguan terhadap kesakralan pernikahan itu sendiri.

Dari Mana Mitos Ini Berasal?
Tidak ada catatan sejarah tertulis yang menjelaskan asal usul pasti mitos ini, namun dipercaya berasal dari kepercayaan masyarakat Jawa Kuno yang sangat menjunjung tinggi etika dan kesopanan, terutama dalam urusan sakral seperti pernikahan.
Dalam konteks budaya Jawa, pernikahan dianggap sebagai peristiwa spiritual, bukan hanya sekadar penyatuan dua insan. Maka dari itu, segala atribut pengantin, termasuk melati, dianggap memiliki “pamor” atau kekuatan spiritual yang harus dihormati.

Nilai Moral di Balik Mitos
Meski terdengar menyeramkan, sebenarnya mitos ini mengandung pesan moral dan sosial. Larangan mengambil melati pengantin mengajarkan masyarakat untuk:
– Menghargai kesakralan pernikahan orang lain.
– Tidak bersikap iseng atau sembrono dalam acara adat.
– Menjaga etika dan tata krama, terutama dalam upacara adat.
– Tidak serakah atau berniat buruk terhadap hal-hal milik orang lain.

Kesimpulan:
Mitos tentang mengambil melati pengantin memang belum bisa dibuktikan secara ilmiah, namun dalam budaya masyarakat tradisional, hal seperti ini mengandung nilai-nilai luhur yang penting untuk dijaga. Di balik larangan tersebut, tersembunyi ajaran tentang penghormatan, kesopanan, dan rasa hormat terhadap tradisi dan orang lain. Entah percaya atau tidak, menghargai mitos dan adat adalah bentuk penghormatan terhadap kearifan lokal yang telah hidup selama berabad-abad.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *